Cinta Dalam Bahasa


Keindahan bahasa Arab dalam mengurai makna cinta /Hubun. Dengan menganalisa dan menelusuri arti cabang-cabang kata mahabbah/cinta dari kata asalnya (habba, yuhibbu, hubban, mahabbatan), kita akan diantarkan dalam petualangan asmara dalam lautan cinta tak bertepi untuk mencari cinta sejati yang terangkum apik dalam harmonisasi pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai mutiara hakiki. Dalam al Qur'an ungkapan cinta disebut dengan enam term mawaddah, rahmah, (Q/30:31) syaghafa,(Q/12:30) mail (Q/4:129), dan hubb-mahabbah (Q/12:30). Term yang berbeda-beda itu menunjuk pada kompleksitas, karakteristik dan varian cinta (di lain kesempatan akan kami jelaskan lebih detail).

Ibnu Qayyim dalam kitabnya “Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Mustasyqin”. mendata 50 istilah berkaitan dengan cinta. seperti `isyq, hilm, gharam, wajd, syauq, lahf dan sebagainya. Dan kata teratas yang ditempatkan oleh Ibnu Qayyim sebagai kata yang berhubungan dengan cinta adalah al-Mahabbah .Dengan memperhatikan derivasi/turunan kata ini, cinta dapat dirumuskan pengertiannya dalam makna yang tersirat pada jelmaan kata tersebut. Dari unsur kata “hubb/mahabbah” (المحبة /الحب) berkembang menjadi makna ;

Pertama, “bayadh”(بيـاض) , putih. symbol kesucian, kemurnian dan ketulusan.

Cinta putih timbul dari nurani tidak ada tendensi duniawi yang melatarbelakangi. Cinta putih ibarat kanvas yang menerima variasi warna untuk membentuk corak kehidupan yang indah. Cinta putih hanya memandang orang yang dicintai tanpa sekat status, warna dan kasta. Dan cinta putih bersandar pada kerelaan orang yang dicintai atau kesediaan hati menerima segala keinginan orang yang dicintai. Seperti Rumusan cinta Rabiah dapat di simak dalam doa mistiknya: "Oh Tuhan, jika aku menyembahmu karena takut akan api neraka, maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembahmu karena berharap surga, maka campakanlah aku dari sana; Tapi jika aku menyembahmu karena Engkau semata, maka janganlah engkau sembunyikan keindahan-Mu yang kekal selamanya."

Kedua,”habbah”( حـبّـة ), biji.

Cinta berarti biji artinya cinta yang baik adalah cinta yang terus dipupuk agar tumbuh, berkembang dan berbuah hingga menumbuhkan biji-biji baru yang akan menghiasi setaman kehidupan yang penuh dengan buah-buah cinta merekah dan semerbak bunga-bunga asmara. Cinta terujud dari sebutir biji dan melahirkan sejuta biji yang bersemi dalam hati. Socrates berkata,"Hakikat Cinta", yaitu manakala engkau belum puas dan menemukannya, maka kau akan terus mencari dan mencari, melihat sesuatu dan membandingkannya dengan yang lain, sehingga kehampaan yang kau dapatkan."
Pecinta menurut Socrates laksana menyelami samudera yang menabur mutiara manikam didalam ganasnya gelombang yang menikam. Sang pecinta terus mencari dan mencari tak akan terpuaskan sampai ia tenggelam dalam genangan lautan cinta. Setelah beni cinta tertanam, tunas bermunculan, putik berbunga, kelopak merekah indah dan jambangan penuh bunga-bunga cinta mempesona. Bila ruang dalam hati sudah penuh dengan cinta, apa masih ada celah hampa untuk sebuah kebencian ?.

Seseorang bertanya kepada Rabi’ah al-Adawiyah, “Apakah kamu membenci setan ?. “Cintaku sepenuhnya kepada Tuhanku telah mencegaku untuk membenci setan”. Sahut Rabi’ah. Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa cinta kepada Allah adalah tujuan puncak dari seluruh perjalanan spiritual hamba. Sesudah maqam spiritual seperti sabar, taubat, zuhud, dan lain – lain nantinya akan berujung pada mahabatullah (cinta kepada Allah). "(Allah) mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya." (QS. 5: 54).

Ketiga,“mala’a” (مـلاء), mengisi. Contoh ; أحـببـت الأنـاء بالشـئ ; aku mengisi wadah dengan sesuatu.

Cinta berarti mengisi, yakni mengisi ruang hati orang yang dicintai dengan kebahagiaan dan kedamaian. Konsep cinta hakiki ini adalah memberi tidak menuntut. Dan salah satu ciri seorang yang mencintai adalah menyukai dan menganggap bernilai sekecil apapun pemberian dari kekasih. Karena dzahirnya cinta itu adalah kerelaan orang yang dicintai. Sedang batinnya cinta itu adalah memberikan hati kepada orang dicintai tanpa menyisakan bagian untuk yang lain.
Bayazid Bustami mengatakan: "Cinta adalah melepaskan apa saja yang dimiliki oleh seseorang kepada sang kekasih meskipun ia besar; dan menganggap besar apa yang di peroleh dari sang kekasih, meskipun itu sedikit." . Cinta memang identik dengan pengorbanan, bahkan dengan mengorbankan jiwa dan raga sekalipun. Hal ini sudah di buktikan oleh Nabi Muhammad Saw. waktu ditawari kedudukan mulia oleh pemuka Quraisy asalkan mau berhenti berdakwah. Dengan kobaran cintanya yang menyala – nyala pada Allah Swt.,
Rasulullah mengatakan kepada pamannya: "Wahai pamanku, demi Allah seandainya matahari mereka letakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku supaya aku berhenti meninggalkan tugasku ini, maka aku tidak mungkin meninggalkannya sampai agama Allah menang atau aku yang binasa"

Keempat,“hafidza” (حـفـظ), menjaga.

Cinta berarti menjaga dan melindungi orang yang dicintai dari segala sesuatu yang menyakiti perasaannya. Diriwayatkan bahwa ketika Zaid bin Al-Datsanah ditangkap oleh kaum musyrikin. Ia tidak henti-hentinya menerima penganiayaan dan siksaan, ia diseret dari Masjidil Haram ke padang pasir untuk dibunuh. Abu Sofyan berkata kepadanya: “Hai Zaid, maukah Muhammad kami ambil dan kami pukul kuduknya, sedangkan engkau berada di tengah keluargamu?” Zaid melonjak, seakan-akan seluruh kekuatannya pulih kembali. Ia membentak: “Tidak, demi Allah. Aku tidak suka duduk bersama keluargaku sementara sebuah duri menusuk Muhammad.” Kata Abu Sufyan: “Aku belum pernah melihat manusia mencintai seseorang seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad.”

Kelima, “ uluw wa dhuhur ” (عـلـوّ وظـهـور), tinggi dan nyata,

Cinta berarti tinggi dan nyata. Cinta itu mulia, hanya orang-orang mulia yang dapat memuliakan cinta. Jikalau ada cinta yang ternoda dalam balutan deraian air mata, maka tentu pelakunya adalah orang hina yang memanfaatkan keluhuran cinta. Mereka tak ubahnya seperti penyamun dalam singgasana raja atau iblis berbaju dewa. Kata – kata manis tak membuat cinta menjadi exist lagi terhormat, namun, yang membuat dia ada dan bermakna adalah bukti yang nyata. Konsep cinta adalah menghormati dan menghargai nilai-nilai orang yang dicintai, baik yang berkenaan dengan agama, harga diri keluarga maupun kehormatan pribadi orang yang dicintai. Cinta hakiki tidak menodai dan mengotori harga diri orang yang dicintai tapi malah justru memberi makna lebih dalam kehidupannya. Dan cinta hakiki tidak mengobral janji tapi memberi bukti dan aksi.

Salah satu kisah cinta paling manis yang pernah ditulis oleh sejarah adalah hubungan antara Rasulullah saw. dan Khadijah ra. Ketika Rasulullah saw. diterpa berbagai ganguan dari orang-orang kafir, Khadijah selalu tampil menjadi pelindung derita dan pelipur lara dan penyejuk jiwa Rasul. Ketika beliau dilanda ketakutan setelah menerima wahyu pertama dengan cara yang begitu dahsyat, beliau lari ke rumahnya dan menemukan ketenangan dalam pelukan sang istri tercinta. Ketika semua warga Mekkah berkomplot untuk memboikot Rasulullah saw. dan para pengikutnya, Khadijah ra. meninggalkan begitu saja kehidupannya yang dulu begitu penuh dengan kenikmatan. Mereka menderita bersama, dan keduanya terus bertahan di jalan Allah hingga akhir hayatnya. Jangan ditanya bagaimana sedihnya Rasulullah saw. ketika Khadijah ra. wafat.

Ketika perang Gaza antara Israel dan palestina telah usai (2009), ada 1.300 korban tewas dari pihak Palestina, ada seorang wanita berdiri di atas makam syuhada’ perang Gaza, ia meneteskan air mata mengenang suami dan 7 anaknya yang turut menjadi korban, setelah berdoa’ wanita itu berkata,” Ya Allah, ampunilah aku..aku menangis bukan karena tak rela menerima keputusanmu, tapi aku bersedih karena sudah tidak ada lagi dari keluargaku yang akan kupersembahkan untuk-Mu”.

Keenam, “lubb” (لـبّ), initisari/jantung,

Cinta adalah inti/jantung kehidupan. Hampir semua aktivitas makhluk hidup tergerak oleh dorongan cinta yang memancar secara kodrati untuk memberi makna dan warna dalam kehidupan nyata. Dalam setiap hembusan nafas kita terdapat cinta dari Sang Kuasa, bunga-bunga nan indah bersemi karena cinta, burung – burung berkicau mendendangkan lagu cinta, mentari pagi menyinari bumi karena cinta, malam menyelimuti angkasa karena cinta, semesta raya bekerja karena takdir cinta. Bahkan penjahat ketika melakukan aksinya juga atas nama cinta. Namun, Ilahi adalah inti dari semua putaran tawaf cinta. Dan muara cinta kan mengalirkan pecinta ke dalam samudera asmara yang dicinta.

Diriwayatkan dari Imam Bukhari bahwa pernah suatu hari ada seorang pria itu bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah! Kapankah terjadinya Hari Kiamat itu?” Rasul menjawab, “Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?” Laki-laki itu terdiam, lalu menjawab, “Wahai Rasulullah! Saya tidak mempunyai banyak persiapan baik amal shalat, puasa, maupun sedekah. Tapi saya hanya mencintai Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.” Beliau lalu bersabda “Engkau akan beserta dengan orang yang engkau cintai.”
Menurut Al-Ghazali makhluk yang paling bahagia di akhirat adalah yang paling kuat kecintaannya kepada Allah Swt. Menurutnya, ar-ru'yah (melihat Allah).merupakan puncak kebaikan dan kesenangan. Bahkan kenikmatan surga tidak ada artinya dengan kenikmatan perjumpaan dengan Allah Swt.

Ketujuh, “luzum wa tsubut” (لـزوم و ثيـوت) , terus menerus dan menetap, Contoh ; حـبّ البعـير على الصحراء; Unta terus duduk merunduk di atas gurun ,

Cinta membuat kecendrungan hati untuk terus menerus mengingat orang yang dicintai. Jiwa pecinta tidak bebas melayang ke angkasa karena terikat oleh beban asmara yang dicinta. Benar kata pepata, ”rantai yang membelenggu tangan dan kaki tidak terasa menyiksa dibanding cinta yang membelenggu jiwa”.Jiwa pecinta terjerat kerinduan mendalam dan tertarik kuat untuk mendekati obyek yang dicinta. Lidah tak terasa keluh walau bibir basah kuyup karena terus membicarakan yang dicinta. Dan pikiran senantiasa gelisah sampai berjumpa dengan yang dirindukan.

Kata Jalaluddin Rumi, laksana kerinduan seruling untuk menyatuh kembali dengan rumput bambu yang menyanyikan irama alami oleh hembusan nafas angin sepoi. Diriwayatkan bahwa beberapa hari sebelum Rasulullah wafat, beliau sering menangis dan selalu menyebut-nyebut ”aku merindukan saudaraku”. Sehingga para Sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW : ”Apa yang membuat anda menangis, wahai Rasulullah ?” Nabi SAW bersabda : ”Aku merindukan saudara – saudaraku seiman.” Mereka (para sahabat) berkata : ”Bukankah kami adalah saudaramu seiman wahai Rasulullah ?” Beliau SAW bersabda : ”Bukan, kalian adalah sahabat-sahabatku, adapun saudara-saudaraku seiman yaitu suatu kaum yang datang setelahku, mereka beriman kepadaku sedang mereka belum pernah melihatku.”

Dari akar kata ”hubb/mahabbah”, ini juga melahirkan rumusan kata lain, seperti ;
- Hubaibi (حـبـيبـيّ) yang berarti mata rabun.

Bila cinta sudah merasuk di dada, tak ada lagi logika, tak ada lagi celah karena mata telah mengaburkan fakta, yang ada semua tampak sempurna. Kata pepatah “ mata kasih hanya mampu memandang kebaikan orang yang dicintai, mata dengki mampu menelanjangi keburukan orang yang dibenci.” Boleh jadi benar Melanie Brown (Spice Girls Mel B) berujar" love is blind, as far as the eye can see,deep and meaningless, words to me. "

Rabi'ah al-Adawiyah (w. 165H) ketika berziarah ke makam Rasul Saw. pernah mengatakan: "Maafkan aku ya Rasul, bukan aku tidak mencintaimu tapi hatiku telah tertutup untuk cinta yang lain, karena telah penuh cintaku pada Allah Swt".

Tentang cinta itu sendiri Rabiah mengajarkan bahwa cinta itu harus menutup dari segala hal kecuali yang dicintainya. Bukan berarti Rabiah tidak cinta kepada Rasul, tapi kata-kata yang bermakna simbolis ini mengandung arti bahwa cinta kepada Allah adalah bentuk integrasi dari semua bentuk cinta termasuk cinta kepada Rasul. Sebab dengan mencintai Allah akan tumbuh cinta kepada apa/siapa saja yang dicintai oleh Allah.

Ahli-ahli tasawuf juga percaya bahwa cinta merupakan asas dan dasar terpenting dari keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan. Tanpa cinta yang mendalam, ketaqwaan dan keimanan seseorang akan rapuh. Hilangnya cinta dalam segala bentuknya dalam diri sebuah umat akan membuat peradaban dan kebudayaan dari umat tersebut akan rapuh dan mudah runtuh.

Wallohu A'lam


Suka Dengan Artikel Ini ?

0 komentar "Cinta Dalam Bahasa", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar