Kita kadang bertanya Lebih Afdhol Manakah Istighfar dan Sholawat ?
Istighfar adalah proses penyesuaian dari Syari'at Hingga Hakikat
Istighfar, yang berarti mohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'alla, merupakan tradisi ritual Islam yang sangat fundamental. Sebab dalam Istighfar itu mengandung beberapa elemen ruhani, sebagaimana banyak dikutip oleh al-Qur'an maupun Sunnah Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam. Masalahnya, mengapa Allah dan Rasul-NYa sangat menganjurkan agar hamba-hamba Allah terus menerus beristighfar dan bersholawat?
Apa hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, dan keselamatan kehidupan dunia akhirat?
Di mana posisi Istighfar, baik secara psikologis maupun secara elementer dalam kosmik ruhani (sufistik) hamba Allah ? Inilah yang akan kita kaji bersama sebagai refleksi setiap kita menggerakkan bibir kita dan mendetakkan jantung hati kita.
Sejumlah ayat tentang Istighfar atau pertobatan sangat banyak dikutip al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, misalnya:
"(Dan juga orang-orang yang apabila mereka berbuat kekejian) artinya dosa yang keji seperti perzinahan (atau menganiaya diri mereka sendiri) artinya melakukan dosa yang lebih ringan dari itu misalnya mencium (mereka ingat kepada Allah) maksudnya ingat akan ancaman-Nya (lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapakah) artinya tidak ada (yang dapat mengampuni dosa itu melainkan Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan mereka itu) menghentikannya sama sekali (sedangkan mereka mengetahui) bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah perbuatan maksiat adanya"..(QS. 3:135).
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًۢا
"Maka barangsiapa memuji Tuhanmu, dan memohon ampunan kepada-Nya, sungguh Dia Maha penerima Taubat." (QS. 110:3)".
"Maha Suci Engkau Wahai Allah, Tuhanku! Dan dengan segala puji bagi-Mu ya Allah Tuhanku, ampunilah aku! Sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat, lagi Maha Pengasih." (HR. al-Hakim).
"Barang siapa memperbanyak istighfar, maka akan diberi kelapangan dalam setiap kesusahan dan jalan keluar dari kesempitan. Dan dianugerahi rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).
"Sungguh hatiku didera kerinduan yang sangat dalam, sehingga aku beristighfar seratus kali setiap hari." (HR. Muslim).
"Meski dosa-dosamu sebanyak buih lautan, sebanyak butir pasir di padang pasir, sebanyak daun di seluruh pepohonan, atau seluruh bialangan jagad semesta, Allah Subhanahu Wa Ta'alla tetap akan selalu mengampuni, bila engkau mengucapkan doa sebanyak tiga kali sebelum engkau tidur: Astaghfirullahal 'Adzim al-Ladzii Laailaaha Illa Huwal Hayyul Qayyuumu wa Atuubu Ilaih. (Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Memelihara (kehidupan), dan aku bertobat kepada-Nya)."
(HR. at-Tirmidzi).
Makna Terdalam
Masih puluhan ayat dan hadits yang membincangkan keutamaan Istighfar. Dalam ucapan yang sering diwiridkan oleh beliau, antara lain: "Astaghfirullahal 'Adzim"
Ucapan istiughfar ini saja mengandung beberapa makna yang dalam:
Pertama, hamba yang beritighfar mengakui eksistensi kehambaannya di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Sebab hakikat hamba adalah sosok tak berdaya dan tak berupaya, sekaligus gerak-gerik hamba yang muncul dari hamba itu sendiri tanpa penyertaan Allah, berarti adalah ucapan dan tindakan yang salah dan penuh kealpaan.
Kedua, hamba yang beritighfar berarti mengakui tajallinya Allah dalam Asma' Keagungan-Nya. Karena Pengampunan Allah itu sendiri merupakan manifestasi dari Kemahaagungan Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Musyahadah hamba kepada Asma' Keagungan-Nya, merupakan prestasi paling elementer dalam memandang, siapa sebenarnya dan apa hakikat hamba Allah itu sendiri.
Ketiga, Istighfar berarti kefanaan hamba Allah, lebur dalam eksistensi Keagungan Allah Ta'ala. Orang yang tidak pernah beristighfar tidak pernah mampu memasuki peleburan Ilahiah, yang disebut sebagai maqam fana' dalam tasawuf. Dan Istighfar menghantar "kesirnaan" hamba, sampai pada totalitas yang hakiki, hingga mencapai tahap al-baqa'. Yaitu Penyaksian Keabadian Ilahi dalam Keagungan-Nya. Dengan kata lain, Istighfar berarti kefanaan sifat-sifat tercela hamba, kesirnaan dosa-dosa hamba, kehancuran nafsu-nafsu buruk hamba, menuju kebaqaan sifat-sifat terpuji, menuju nafsu-nafsu muthmainnah, radhiyah dan mardhiyah, hingga nafsu ma'rifah.
Keempat, Istighfar berarti memupus sifat-sifat ego hamba. Sebab sehebat apa pun prestasi hamba di bidang materi maupun ruhani, tidak bisa mengklaim bahwa prestasi itu semata sebagai hasil usaha hamba. Sebab tanpa anugerah Allah, usaha mencapai puncak prestasi itu tidak akan pernah terwujud. Karena itu pengakuan total bahwa, nafsu egois itu sebagai pihak yang berperan dalam segala usahanya adalah suatu tindakan dosa.
Kelima, Istighfar merupakan tindakan yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Mahabbatullah tidak pernah terjadi manakala hamba tidak beristighfar setiap saat. Oleh sebab itu, hamba yang beristighfar menumbuhkan rindu dendam kepada Allah, karena memang cinta-Nya Allah turun kepada hamba-Nya yang beristighfar. Sebagaimana dalam al-Qur'an ditegaskan, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri."
Keenam, orang yang beristighfar sangat dicintai oleh Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam, sebab Istighfar adalah tradisi kecintaan Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam. Istighfar berkait erat dengan "proses penyucian diri", karenanya Istighfar adalah prasyarat bagi "Tazkiyatun Nafsi".
Ketujuh, Istighfar memiliki maqamat dalam kualifikasi ruhani hamba Allah. Maqam pertama, seseorang beristighfar dari segala tindakan dosanya yang dilakukan. Maqam kedua, seseorang beristighfar dari segala kealpaannya sehingga ia tidak lagi melakukan dzikrullah. Maqam ketiga, seseorang beristighfar dari segala hal selain Allah yang memasuki ruang jiwanya.
Kedelapan, Istighfar melahirkan perdamaian kemanusiaan, karena dalam Istighfar pun ada macam Istighfar yang bersifat sosial kemanusiaan, yaitu memohonkan ampunan kepada sesama hamba Allah.
Istighfar Individu dan Sosial
Dalam ritualitas Hablun Minan nas, seorang hamba tidak hanya meraup kebahagiaan di hadapan Allah, tanpa ia menyertakan sesama umat beriman. Justru kualitas keimanan seseorang sangat berkait erat dengan kepedulian ruhaninya terhadap orang lain. Keteladanan Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, ketika saat Yaumul Mahsyar memberikan cermin kepada umatnya, bahwa kulitas ruhani Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, yang melebihi para Nabi dan Rasul, terpantul pada pembelaannya akan nasib umat di hadapan Allah. Suatu sikap yang tidak dimiliki oleh para pemimpin dan para Nabi/Rasul. Sebab ketika para hamba Allah meminta syafa'at kepada para Nabi, mulai Nabi Adam as, hingga Isa al-Masih as, ternyata mereka enggan, disebabkan mereka tidak berdaya, terutama memikirkan nasibnya sendiri-sendiri. Berbeda dengan Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam, yang justru tidak memikirkan nasib dirinya di hadapan Allah, malah yang terucap hanya kalimat: "Umatii.umatii..umatii." (umatku.duh, umatku.umatku.).
Justru pembelaan Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam itulah yang memberikan kewenangan padanya, syafa'at besar yang bisa menyelamatkan umat dari siksa Allah. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar dalam permohonan ampunan, juga menyertakan permohonan ampunan untuk sesama umat. Misalnya, Istighfar yang berbunyi:
Astaghfurullahal 'adzim, lii waliwaalidayya, wali ashabil huquuqi waajibati 'alayya, walijami'il muslimin wal-muslimaat wal-mu'minin wal mu'minaat al-ahyaa'I minhum wal-amwaat..
Dari nilai Istighfar di atas memberikan perspektif luar biasa bagi integrasi dan dinamika sosial secara damai. Hubungan-hubungan sosial akan berlaku dengan penuh kesejatian hati ke hati, karena hubungan yang bersifat emosional negatif dinetralisir oleh istighfar sosial di atas.
Makanya, kualitas Istighfar bukan saja ditentukan hubungan yang sangat pribadi dengan Allah, tetapi juga sejauhmana seorang hamba menghayati Istighfar sosialnya.
Lalu Bagaimana dengan Sholawat Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam
Apa hubungan Istighfar dengan Shalawat Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam? Mengapa dalam praktik sufi, senantiasa ada dzikir Istighfar dan Shalawat Nabi dalam setiap wirid-wiridnya?
Shalawat Nabi, merupakan syari'at sekaligus mengandung hakikat. Disebut syari'at karena Allah SWT, memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohonkan Shalawat dan Salam kepada Nabi. Dalam Firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya." (QS. 33: 56)
Beberapa hadits di bawah ini sangat mendukung firman Allah Ta'ala tersebut :
Suatu hari Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, datang dengan wajah tampak berseri-seri, dan bersabda: "Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, "Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seseorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya." Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya." (HR. an-Nasa'i)
Sabda Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam: "Kalau orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak." (HR. Ibnu Majah dan Thabrani)
Sabda Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam, "Manusia yang paling uatama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya." (HR. at-Tirmidzi)
Sabdanya, "Paling bakhilnya manusia, ketika ia mendengar namaku disebut, ia tidak mengucapkan shalawat bagiku." (HR. at-Tirmidzi). "Perbanyaklah shalawat bagiku di hari Jum'at" (HR. Abu Dawud).
Sabdanya, "Sesungguhnya di bumi ada malaikat yang berkeliling dengan tujuan menyampaikan shalawat umatku kepadaku." (HR. an-Nasa'i)
Sabdanya, "Tak seorang pun yang bershalawat kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ke ruhku, sehingga aku menjawab salam kepadanya." (HR. Abu Dawud).
Tentu, tidak sederhana, menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu, tentu, karena posisi Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam, sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad, sehingga setiap detak huruf dalam Shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.
Mengapa kita musti membaca Shalawat dan Salam kepada Nabi, sedangkan Nabi adalah manusia paripurna, sudah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang? Beberapa alasan berikut ini sangat mendukung perintah Allah Sholallohu Alaihi Wa sallam :
Nabi Muhammad SAW adalah sentral semesta fisik dan metafisik, karena itu seluruh elemen lahir dan batin makhluk ini merupakan refleksi dari cahayanya yang agung. Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau, adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah, melalui "titik pusat gravitasi" ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam.
Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam, adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk mencintainya, berarti kembali kepada orang yang mendoakan, tanpa reserve. Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmat dan Anugerah-Nya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam.
Sholawat Nabi mengandung syafa'at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu, meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, "Sesungguhnya Rahmat-Ku, mengalahkan Amarah-Ku." Siksaan Allah tidak akan turun pada ahli Shlawat Nabi, karena kandungan kebajikannya yang begitu besar..
Sholawat Nabi, menjadi tawashul bagi perjalanan ruhani umat Islam. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membubung ke alam Samawat (alam ruhani), ketika nama Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam disebutnya. Karena itu, mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul), peran Sholawat sebagai pendampingnya, karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna.
Muhammad, sebagai nama dan predikat, bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji, tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal, yang ada dalam Jiwa Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung, tidak akan memiliki nilai Cinta yang hakiki manakala, estetika di balik Cinta itu, hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi, justru tercermin dalam Keagungan-Nya, dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya.
Dan Masih banyak lagi tentang Sholawat...
Hubungan Istighfar dan Shalawat, ibarat makanan dan minuman. Sebab orang yang bershalawat, mengakui dirinya sebagai hamba yang lebur dalam wahana Sunnah Nabi. Leburnya kehambaan itulah yang identik dengan kefanaan hamba ketika beristighfar.
Lebih Afdhol Manakah Istighfar dan Sholawat ?
Memang dalam beberapa kitab ulama menyatakan...
Kitab “Hasiyah Al Showi ‘Al Al Jalalain hal 287 juz 3 “:
واعلموا أن العلماء إتفقوا على وجوب الصلة والسلام على النبي صلى الله عليه وسلم , ثم اختلفوا في تعيين الواجب فعند مالك تجب الصلوة والسلام في العمر مرة وعند الشافعي تجب في التشهد الأخير من كل فرض, وعند غيرهما تجب في كل مجلس مرة وقيل تجب عند ذكره وقيل بجب الإكثار منها من غير تقييد بعدد, وبالجملة فالصلاة على النبي أمرها عظيم وفضلها جسيم
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya Para Ulama telah sepakat atas di wajibkannya membaca Sholawat dan Salam untuk Baginda Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, Kemudian mereka berselisih pendapat mengenahi KAPAN Kuwajiban ini harus di lakukan, Menurut Imam Malik cukup satu kali dalam seumur hidup, Menurut Imam Syafi,I wajib di baca pada waktu tasyahhud akhir dalam setiap Sholat Fardlu, menurut Ulama lainnya wajib di baca satu kali dalam setiap majlis. Ada juga ulama yg berpendapat wajib membaca sholawat / salam tersebut setiap kali mendengar Nama Nabi di sebut. Dan ada juga yg mengatakan untuk memperbanyak Sholawat/ Salam tanpa di batasi bilangan tertentu. Secara umum membaca Sholawat kepada Nabi merupekan hal yang sangat agung dan keutamaannya sangat banyak”.
وهي أفضل الطاعات وأجل القربات حتى قال بعض ال عارفين إنها توصل إلى الله تعالى من غير شيخ لأن الشيخ والسند فيها صاحبها ولاأنها تعرض عليه ويصلي على المصلي بخلاف غيرها من الأذكار فلا بد فبها من الشيخ الارف و‘لا دخلها الشيطان ولم ينتفع صاحبها بها
“Membaca sholawat merupakan bentuk Ibadah yg paling utama dan paling besar pahalanya. Sanpai2 sebagian Kaum ‘Arifin mengatakan : “Sesungguhnya Sholawat itu bias mengantarkan Pengamalnya untuk Ma’rifat Billah meskipun tanpa guru spiritual (Mursyid) Karena Guru dan Sanadnya Langsung melalui Nabi. Ingat setiap Sholawat yg di baca seseorang selalu di perlihatkan Kepada Beliau Shollalllahu ‘alihi wa Sallam dan Beliau membalasnya dg doa yg serupa. Hal ini berbeda dg Dzikir2 (Selain Sholawat) yg harus melalui Guru Spiritual yg harus sudah mencapai Maqom Ma'rifat. Jika tidak demikian maka akan di masuki Syaithon dan pengamalnya tidak akan mendapat manfaat apapun.
Bagi saya (wong edan).....Dua-duanya Afdhol...., Dan lebih Afdholnya lagi jika kita mendawankan keduanya...di bandingkan cuma bertanya lebih Afdhol manakah...???
Wallohu 'A'lam...
Istighfar adalah proses penyesuaian dari Syari'at Hingga Hakikat
Istighfar, yang berarti mohon ampunan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'alla, merupakan tradisi ritual Islam yang sangat fundamental. Sebab dalam Istighfar itu mengandung beberapa elemen ruhani, sebagaimana banyak dikutip oleh al-Qur'an maupun Sunnah Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam. Masalahnya, mengapa Allah dan Rasul-NYa sangat menganjurkan agar hamba-hamba Allah terus menerus beristighfar dan bersholawat?
Apa hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, dan keselamatan kehidupan dunia akhirat?
Di mana posisi Istighfar, baik secara psikologis maupun secara elementer dalam kosmik ruhani (sufistik) hamba Allah ? Inilah yang akan kita kaji bersama sebagai refleksi setiap kita menggerakkan bibir kita dan mendetakkan jantung hati kita.
Sejumlah ayat tentang Istighfar atau pertobatan sangat banyak dikutip al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, misalnya:
{
والذين إِذَا فَعَلُواْ فاحشة } ذنباً قبيحاً كالزنا { أَوْ ظَلَمُواْ
أَنْفُسَهُمْ } بما دونه كالقبلة { ذَكَرُواْ الله } أي وعيده { فاستغفروا
لِذُنُوبِهِمْ وَمَن } أي لا { يَغْفِرُ الذنوب إِلاَّ الله وَلَمْ يُصِرُّواْ }
يقيموا { على مَا فَعَلُواْ } بل أقلعوا عنه { وَهُمْ يَعْلَمُونَ } أن الذي أتوه
معصية
"(Dan juga orang-orang yang apabila mereka berbuat kekejian) artinya dosa yang keji seperti perzinahan (atau menganiaya diri mereka sendiri) artinya melakukan dosa yang lebih ringan dari itu misalnya mencium (mereka ingat kepada Allah) maksudnya ingat akan ancaman-Nya (lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapakah) artinya tidak ada (yang dapat mengampuni dosa itu melainkan Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan mereka itu) menghentikannya sama sekali (sedangkan mereka mengetahui) bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah perbuatan maksiat adanya"..(QS. 3:135).
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًۢا
"Maka barangsiapa memuji Tuhanmu, dan memohon ampunan kepada-Nya, sungguh Dia Maha penerima Taubat." (QS. 110:3)".
{ والمستغفرين } الله بأن يقولوا اللهم اغفر لنا { بالأسحار } أواخر
الليل خصت بالذكر لأنها وقت الغفلة ولذة النوم
(Dan yang memohon ampun)
kepada Allah dengan mengucapkan, "Ya Allah! Ampunilah kami," (pada
waktu sahur) artinya di akhir malam. Disebutkan di sini secara khusus, karena
pada waktu itulah orang biasa lengah dan tidur nyenyak." (QS. 3:17). "Maha Suci Engkau Wahai Allah, Tuhanku! Dan dengan segala puji bagi-Mu ya Allah Tuhanku, ampunilah aku! Sesungguhnya Engkau Maha Menerima Taubat, lagi Maha Pengasih." (HR. al-Hakim).
"Barang siapa memperbanyak istighfar, maka akan diberi kelapangan dalam setiap kesusahan dan jalan keluar dari kesempitan. Dan dianugerahi rezeki dari jalan yang tiada disangka-sangka." (HR. Abu Dawud dan Nasa'i).
"Sungguh hatiku didera kerinduan yang sangat dalam, sehingga aku beristighfar seratus kali setiap hari." (HR. Muslim).
"Meski dosa-dosamu sebanyak buih lautan, sebanyak butir pasir di padang pasir, sebanyak daun di seluruh pepohonan, atau seluruh bialangan jagad semesta, Allah Subhanahu Wa Ta'alla tetap akan selalu mengampuni, bila engkau mengucapkan doa sebanyak tiga kali sebelum engkau tidur: Astaghfirullahal 'Adzim al-Ladzii Laailaaha Illa Huwal Hayyul Qayyuumu wa Atuubu Ilaih. (Aku memohon ampunan kepada Allah Yang Maha Agung, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Memelihara (kehidupan), dan aku bertobat kepada-Nya)."
(HR. at-Tirmidzi).
Makna Terdalam
Masih puluhan ayat dan hadits yang membincangkan keutamaan Istighfar. Dalam ucapan yang sering diwiridkan oleh beliau, antara lain: "Astaghfirullahal 'Adzim"
Ucapan istiughfar ini saja mengandung beberapa makna yang dalam:
Pertama, hamba yang beritighfar mengakui eksistensi kehambaannya di hadapan Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Sebab hakikat hamba adalah sosok tak berdaya dan tak berupaya, sekaligus gerak-gerik hamba yang muncul dari hamba itu sendiri tanpa penyertaan Allah, berarti adalah ucapan dan tindakan yang salah dan penuh kealpaan.
Kedua, hamba yang beritighfar berarti mengakui tajallinya Allah dalam Asma' Keagungan-Nya. Karena Pengampunan Allah itu sendiri merupakan manifestasi dari Kemahaagungan Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Musyahadah hamba kepada Asma' Keagungan-Nya, merupakan prestasi paling elementer dalam memandang, siapa sebenarnya dan apa hakikat hamba Allah itu sendiri.
Ketiga, Istighfar berarti kefanaan hamba Allah, lebur dalam eksistensi Keagungan Allah Ta'ala. Orang yang tidak pernah beristighfar tidak pernah mampu memasuki peleburan Ilahiah, yang disebut sebagai maqam fana' dalam tasawuf. Dan Istighfar menghantar "kesirnaan" hamba, sampai pada totalitas yang hakiki, hingga mencapai tahap al-baqa'. Yaitu Penyaksian Keabadian Ilahi dalam Keagungan-Nya. Dengan kata lain, Istighfar berarti kefanaan sifat-sifat tercela hamba, kesirnaan dosa-dosa hamba, kehancuran nafsu-nafsu buruk hamba, menuju kebaqaan sifat-sifat terpuji, menuju nafsu-nafsu muthmainnah, radhiyah dan mardhiyah, hingga nafsu ma'rifah.
Keempat, Istighfar berarti memupus sifat-sifat ego hamba. Sebab sehebat apa pun prestasi hamba di bidang materi maupun ruhani, tidak bisa mengklaim bahwa prestasi itu semata sebagai hasil usaha hamba. Sebab tanpa anugerah Allah, usaha mencapai puncak prestasi itu tidak akan pernah terwujud. Karena itu pengakuan total bahwa, nafsu egois itu sebagai pihak yang berperan dalam segala usahanya adalah suatu tindakan dosa.
Kelima, Istighfar merupakan tindakan yang sangat dicintai oleh Allah Subhanahu Wa Ta'alla. Mahabbatullah tidak pernah terjadi manakala hamba tidak beristighfar setiap saat. Oleh sebab itu, hamba yang beristighfar menumbuhkan rindu dendam kepada Allah, karena memang cinta-Nya Allah turun kepada hamba-Nya yang beristighfar. Sebagaimana dalam al-Qur'an ditegaskan, "Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang menyucikan diri."
Keenam, orang yang beristighfar sangat dicintai oleh Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam, sebab Istighfar adalah tradisi kecintaan Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam. Istighfar berkait erat dengan "proses penyucian diri", karenanya Istighfar adalah prasyarat bagi "Tazkiyatun Nafsi".
Ketujuh, Istighfar memiliki maqamat dalam kualifikasi ruhani hamba Allah. Maqam pertama, seseorang beristighfar dari segala tindakan dosanya yang dilakukan. Maqam kedua, seseorang beristighfar dari segala kealpaannya sehingga ia tidak lagi melakukan dzikrullah. Maqam ketiga, seseorang beristighfar dari segala hal selain Allah yang memasuki ruang jiwanya.
Kedelapan, Istighfar melahirkan perdamaian kemanusiaan, karena dalam Istighfar pun ada macam Istighfar yang bersifat sosial kemanusiaan, yaitu memohonkan ampunan kepada sesama hamba Allah.
Istighfar Individu dan Sosial
Dalam ritualitas Hablun Minan nas, seorang hamba tidak hanya meraup kebahagiaan di hadapan Allah, tanpa ia menyertakan sesama umat beriman. Justru kualitas keimanan seseorang sangat berkait erat dengan kepedulian ruhaninya terhadap orang lain. Keteladanan Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, ketika saat Yaumul Mahsyar memberikan cermin kepada umatnya, bahwa kulitas ruhani Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, yang melebihi para Nabi dan Rasul, terpantul pada pembelaannya akan nasib umat di hadapan Allah. Suatu sikap yang tidak dimiliki oleh para pemimpin dan para Nabi/Rasul. Sebab ketika para hamba Allah meminta syafa'at kepada para Nabi, mulai Nabi Adam as, hingga Isa al-Masih as, ternyata mereka enggan, disebabkan mereka tidak berdaya, terutama memikirkan nasibnya sendiri-sendiri. Berbeda dengan Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam, yang justru tidak memikirkan nasib dirinya di hadapan Allah, malah yang terucap hanya kalimat: "Umatii.umatii..umatii." (umatku.duh, umatku.umatku.).
Justru pembelaan Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam itulah yang memberikan kewenangan padanya, syafa'at besar yang bisa menyelamatkan umat dari siksa Allah. Oleh sebab itu, Islam mengajarkan agar dalam permohonan ampunan, juga menyertakan permohonan ampunan untuk sesama umat. Misalnya, Istighfar yang berbunyi:
Astaghfurullahal 'adzim, lii waliwaalidayya, wali ashabil huquuqi waajibati 'alayya, walijami'il muslimin wal-muslimaat wal-mu'minin wal mu'minaat al-ahyaa'I minhum wal-amwaat..
Dari nilai Istighfar di atas memberikan perspektif luar biasa bagi integrasi dan dinamika sosial secara damai. Hubungan-hubungan sosial akan berlaku dengan penuh kesejatian hati ke hati, karena hubungan yang bersifat emosional negatif dinetralisir oleh istighfar sosial di atas.
Makanya, kualitas Istighfar bukan saja ditentukan hubungan yang sangat pribadi dengan Allah, tetapi juga sejauhmana seorang hamba menghayati Istighfar sosialnya.
Lalu Bagaimana dengan Sholawat Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam
Apa hubungan Istighfar dengan Shalawat Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam? Mengapa dalam praktik sufi, senantiasa ada dzikir Istighfar dan Shalawat Nabi dalam setiap wirid-wiridnya?
Shalawat Nabi, merupakan syari'at sekaligus mengandung hakikat. Disebut syari'at karena Allah SWT, memerintahkan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohonkan Shalawat dan Salam kepada Nabi. Dalam Firman-Nya:
"Sesungguhnya Allah dan para MalaikatNya senantiasa bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang beriman bershalawatlah kepada Nabi dan mohonkan salam baginya." (QS. 33: 56)
Beberapa hadits di bawah ini sangat mendukung firman Allah Ta'ala tersebut :
Suatu hari Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam, datang dengan wajah tampak berseri-seri, dan bersabda: "Malaikat Jibril datang kepadaku sambil berkata, "Sangat menyenangkan untuk engkau ketahui wahai Muhammad, bahwa untuk satu shalawat dari seseorang umatmu akan kuimbangi dengan sepuluh doa baginya." Dan sepuluh salam bagiku akan kubalas dengan sepuluh salam baginya." (HR. an-Nasa'i)
Sabda Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam: "Kalau orang bershalawat kepadaku, maka malaikat juga akan mendoakan keselamatan yang sama baginya, untuk itu hendaknya dilakukan, meski sedikit atau banyak." (HR. Ibnu Majah dan Thabrani)
Sabda Nabi Sholallohu Alaihi Wa sallam, "Manusia yang paling uatama bagiku adalah yang paling banyak shalawatnya." (HR. at-Tirmidzi)
Sabdanya, "Paling bakhilnya manusia, ketika ia mendengar namaku disebut, ia tidak mengucapkan shalawat bagiku." (HR. at-Tirmidzi). "Perbanyaklah shalawat bagiku di hari Jum'at" (HR. Abu Dawud).
Sabdanya, "Sesungguhnya di bumi ada malaikat yang berkeliling dengan tujuan menyampaikan shalawat umatku kepadaku." (HR. an-Nasa'i)
Sabdanya, "Tak seorang pun yang bershalawat kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ke ruhku, sehingga aku menjawab salam kepadanya." (HR. Abu Dawud).
Tentu, tidak sederhana, menyelami keagungan Shalawat Nabi. Karena setiap kata dan huruf dalam shalawat yang kita ucapkan mengandung atmosfir ruhani yang sangat dahsyat. Kedahsyatan itu, tentu, karena posisi Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam, sebagai hamba Allah, Nabiyullah, Rasulullah, Kekasih Allah dan Cahaya Allah. Dan semesta raya ini diciptakan dari Nur Muhammad, sehingga setiap detak huruf dalam Shalawat pasti mengandung elemen metafisik yang luar biasa.
Mengapa kita musti membaca Shalawat dan Salam kepada Nabi, sedangkan Nabi adalah manusia paripurna, sudah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu maupun yang akan datang? Beberapa alasan berikut ini sangat mendukung perintah Allah Sholallohu Alaihi Wa sallam :
Nabi Muhammad SAW adalah sentral semesta fisik dan metafisik, karena itu seluruh elemen lahir dan batin makhluk ini merupakan refleksi dari cahayanya yang agung. Bershalawat dan bersalam yang berarti mendoakan beliau, adalah bentuk lain dari proses kita menuju jati diri kehambaan yang hakiki di hadapan Allah, melalui "titik pusat gravitasi" ruhani, yaitu Muhammad Rasulullah Sholallohu Alaihi Wa sallam.
Nabi Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam, adalah manusia paripurna. Segala doa dan upaya untuk mencintainya, berarti kembali kepada orang yang mendoakan, tanpa reserve. Ibarat gelas yang sudah penuh air, jika kita tuangkan air pada gelas tersebut, pasti tumpah. Tumpahan itulah kembali pada diri kita, tumpahan Rahmat dan Anugerah-Nya melalui gelas piala Kekasih-Nya, Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam.
Sholawat Nabi mengandung syafa'at dunia dan akhirat. Semata karena filosofi Kecintaan Ilahi kepada Kekasih-Nya itu, meruntuhkan Amarah-Nya. Sebagaimana dalam hadits Qudsi, "Sesungguhnya Rahmat-Ku, mengalahkan Amarah-Ku." Siksaan Allah tidak akan turun pada ahli Shlawat Nabi, karena kandungan kebajikannya yang begitu besar..
Sholawat Nabi, menjadi tawashul bagi perjalanan ruhani umat Islam. Getaran bibir dan detak jantung akan senantiasa membubung ke alam Samawat (alam ruhani), ketika nama Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam disebutnya. Karena itu, mereka yang hendak menuju kepada Allah (wushul), peran Sholawat sebagai pendampingnya, karena keparipurnaan Nabi itu menjadi jaminan bagi siapa pun yang hendak bertemu dengan Yang Maha Paripurna.
Muhammad, sebagai nama dan predikat, bukan sekadar lambang dari sifat-sifat terpuji, tetapi mengandung fakta tersembunyi yang universal, yang ada dalam Jiwa Muhammad Sholallohu Alaihi Wa sallam. Dan dialah sentral satelit ruhani yang menghubungkan hamba-hamba Allah dengan Allah. Karena sebuah penghargaan Cinta yang agung, tidak akan memiliki nilai Cinta yang hakiki manakala, estetika di balik Cinta itu, hilang begitu saja. Estetika Cinta Ilahi, justru tercermin dalam Keagungan-Nya, dan Keagungan itu ada di balik desah doa yang disampaikan hamba-hamba-Nya buat Kekasih-Nya.
Dan Masih banyak lagi tentang Sholawat...
Hubungan Istighfar dan Shalawat, ibarat makanan dan minuman. Sebab orang yang bershalawat, mengakui dirinya sebagai hamba yang lebur dalam wahana Sunnah Nabi. Leburnya kehambaan itulah yang identik dengan kefanaan hamba ketika beristighfar.
Lebih Afdhol Manakah Istighfar dan Sholawat ?
Memang dalam beberapa kitab ulama menyatakan...
Kitab “Hasiyah Al Showi ‘Al Al Jalalain hal 287 juz 3 “:
واعلموا أن العلماء إتفقوا على وجوب الصلة والسلام على النبي صلى الله عليه وسلم , ثم اختلفوا في تعيين الواجب فعند مالك تجب الصلوة والسلام في العمر مرة وعند الشافعي تجب في التشهد الأخير من كل فرض, وعند غيرهما تجب في كل مجلس مرة وقيل تجب عند ذكره وقيل بجب الإكثار منها من غير تقييد بعدد, وبالجملة فالصلاة على النبي أمرها عظيم وفضلها جسيم
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya Para Ulama telah sepakat atas di wajibkannya membaca Sholawat dan Salam untuk Baginda Nabi Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa Sallam, Kemudian mereka berselisih pendapat mengenahi KAPAN Kuwajiban ini harus di lakukan, Menurut Imam Malik cukup satu kali dalam seumur hidup, Menurut Imam Syafi,I wajib di baca pada waktu tasyahhud akhir dalam setiap Sholat Fardlu, menurut Ulama lainnya wajib di baca satu kali dalam setiap majlis. Ada juga ulama yg berpendapat wajib membaca sholawat / salam tersebut setiap kali mendengar Nama Nabi di sebut. Dan ada juga yg mengatakan untuk memperbanyak Sholawat/ Salam tanpa di batasi bilangan tertentu. Secara umum membaca Sholawat kepada Nabi merupekan hal yang sangat agung dan keutamaannya sangat banyak”.
وهي أفضل الطاعات وأجل القربات حتى قال بعض ال عارفين إنها توصل إلى الله تعالى من غير شيخ لأن الشيخ والسند فيها صاحبها ولاأنها تعرض عليه ويصلي على المصلي بخلاف غيرها من الأذكار فلا بد فبها من الشيخ الارف و‘لا دخلها الشيطان ولم ينتفع صاحبها بها
“Membaca sholawat merupakan bentuk Ibadah yg paling utama dan paling besar pahalanya. Sanpai2 sebagian Kaum ‘Arifin mengatakan : “Sesungguhnya Sholawat itu bias mengantarkan Pengamalnya untuk Ma’rifat Billah meskipun tanpa guru spiritual (Mursyid) Karena Guru dan Sanadnya Langsung melalui Nabi. Ingat setiap Sholawat yg di baca seseorang selalu di perlihatkan Kepada Beliau Shollalllahu ‘alihi wa Sallam dan Beliau membalasnya dg doa yg serupa. Hal ini berbeda dg Dzikir2 (Selain Sholawat) yg harus melalui Guru Spiritual yg harus sudah mencapai Maqom Ma'rifat. Jika tidak demikian maka akan di masuki Syaithon dan pengamalnya tidak akan mendapat manfaat apapun.
Bagi saya (wong edan).....Dua-duanya Afdhol...., Dan lebih Afdholnya lagi jika kita mendawankan keduanya...di bandingkan cuma bertanya lebih Afdhol manakah...???
Wallohu 'A'lam...
Suka Dengan Artikel Ini ?
Anda baru saja membaca artikel yang berjudul "Lebih Afdhol Manakah Istighfar dan Sholawat". Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL https://wajahbaroe.blogspot.com/2013/03/lebih-afdhol-manakah-istighfar-dan.html.


saya sangat besyukur bisa dapat ilmu yang selama ini saya cari ttg istighfar dan sholawat...saya tunggu info yang bagus lagi ya...http://rejekinet.com/?id=yanti
BalasHapusUraian diatas kurang afdhooool , apa benar dzikir selain solawat harus ada gurunya ? Baca'an istigfar itu ngetop broo , masak cuman solawat aja .. intinya semua dzikir itu bagus tergantung dengan tujuannya , gk usah merendahkan yg itu dn meninggikan yg ini , jalanin aja udah laaah
Hapuskeajaiban istighfar banyak gan
BalasHapustrimaksih ilmu'y...
BalasHapussmoga brmanfaat buat diri saya khusus'y
“Membaca sholawat merupakan bentuk Ibadah yg paling utama dan paling besar pahalanya. Sanpai2 sebagian Kaum ‘Arifin mengatakan : “Sesungguhnya Sholawat itu bias mengantarkan Pengamalnya untuk Ma’rifat Billah meskipun tanpa guru spiritual (Mursyid) Karena Guru dan Sanadnya Langsung melalui Nabi. Ingat setiap Sholawat yg di baca seseorang selalu di perlihatkan Kepada Beliau Shollalllahu ‘alihi wa Sallam dan Beliau membalasnya dg doa yg serupa. Hal ini berbeda dg Dzikir2 (Selain Sholawat) yg harus melalui Guru Spiritual yg harus sudah mencapai Maqom Ma'rifat. Jika tidak demikian maka akan di masuki Syaithon dan pengamalnya tidak akan mendapat manfaat apapun.
BalasHapusKata2 anda bermasalah.
Ibadah paling besar dan utama adalah sholat, bukan sholat dan istighfar.
Istighfar jelas lebih utama dibangding sholawat. Karena tuhan kita Allah Alla Wa Jalla.
Dzikir dan sholawat lah sebanyak2nya dan itupun tak harus dengan perantaraan guru atau kyai, kapan saja dan dimana saja.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusSaya setuju dengan komen Agus Priyanto : anda bagus dn saya sangat setuju sekali 👍
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusterima kasih ilmunya,semoga barokah...
BalasHapusqobiltu saudaraku
BalasHapusbermanfaat
BalasHapusjadi kalau di waktu luang lebih memperbanyak shalawat atau istighfar?
BalasHapusIlmu yg luar biasa Aamiin
BalasHapusKalo menurut saya :
BalasHapusSaya ber istigfar bila melakukan kesalahan atau terlintas pikiran jelek buruk, misal : kita dijalan ketemu wanita cantik, dan kita tergoda maka segeralah beristigfar. Sedangkan sholawat dilakukan setiap waktu, tanpa mengkhususkan waktunya. Misal kita dijalan sambil naik motor, bersholawatlah...