Diriwayatkan* dari Sayyidinâ Anas bin Mâlik Rodhiya-Llôhu 'anh, beliau berkata:
(Suatu ketika) Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam mendatangi kediaman (puteri Beliau) Sayyidatinâ Fâthimah Rodhiya-Llôhu 'anhâ. Sang Putri lalu matur pada beliau bahwa dia merasa lapar: "Wahai Ayahanda, sudah 3 hari ini kami tak mencicipi makanan apapun."
Mendengar itu, Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam menyingkapkan baju beliau, menampakkan sebongkah batu yang diikat (pada perut manusia mulia ini untuk pengganjal lapar), seraya Beliau bersabda: "Wahai Fâthimah, jika kalian 3 hari (tidak makan), maka ayahandamu ini sudah 4 hari...". Lalu Beliaupun keluar dari kediaman putri beliau.
"Kasihan sekali (cucu-cucuku) Hasan dan Husain yang tentunya (juga) merasa lapar...", kata Beliau sambil terus berjalan, sampai keluar dari jalan utama kota Madinah. Saat itulah, Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam menampak seorang “a'robiy (lelaki dusun)” yang tengah menimba air dari sebuah sumur. Beliaupun kemudian berhenti di dekat lelaki yang nampaknya tak mengenal Beliau itu.
"Hai A'robiy, maukah mempekerjakanku?", kata Beliau.
"Baik," kata si A'robiy.
"Jadi, apa yang harus saya lakukan?", tanya Rasulu-Llôh Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam.
"Menimbakan air dari sumur ini". Lalu si A'robiy menyerahkan timbanya pada Kanjeng Nabi SAW. Dan makhluk termulia ini lalu menimba air dan menyerahkannya pada si A’robiy. Untuk satu timba air itu, si A'robiy mengupah beliau dengan 3 butir kurma yang segera beliau makan. Setelah itu, beliau melanjutkan pekerjaannya sampai menghasilkan 8 delapan timba air. Pada kali ke-sembilan beliau menimba, tiba-tiba tali timbanya putus dan timba itu jatuh ke dalam sumur. Hal ini membuat Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam tampak ‘kebingungan’ di bibir sumur.
Si A’robiy datang dan memarahi Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam, bahkan ditamparnya wajah mulia Kekasih Allah ini. Lalu (masih dalam keadaan marah) si A’robiy menyerahkan 24 butir kurma (sebagai ongkos 8 timba air) pada Beliau. Dan, sebagai wujud tanggung jawab, dengan tangan mulianya sendiri, Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam MENJANGKAU TIMBA DARI DALAM SUMUR dan dilemparkannya ke arah si A’robiy, lalu beranjak pergi dari situ.
Sesaat, si A’robiy tercenung. Benaknya berkata: “Jangan-jangan orang itu-lah Nabi yang sesungguhnya.”
Mendadak A’robiy ini mengambil sebilah pisau besar lalu membabat buntung tangan kanannya sendiri yang ia gunakan untuk menampar Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam. Tak tahan menanggung rasa sakit, A’robiy ini pun jatuh pingsan.
Saat dia tak sadarkan diri ini, lewatlah serombongan orang berkuda. Melihat seorang manusia tergeletak pingsan di padang pasir begitu rupa, mereka menyiramkan air pada si A’robiy hingga sadar kembali. Lalu merekapun menanyainya tentang apa yang menimpanya (hingga pingsan dengan tangan kanan buntung dan darah yang masih mengalir).
“Aku telah menampar seseorang yang kemudian kukira dia adalah Muhammad (Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam)”, kata si A’robiy. “Aku pun takut, hal itu menyebabkan aku tertimpa adzab. Maka kupotong tangan kananku yang telah menampa wajahnya itu.”.
Selanjutnya, si A’robiy segera bangkit dan mengambil kutungan tangan kanannya. Sambil menenteng potongan tangan itu, ia mendatangi Masjid (Nabawiy). Kebetulan saat itu, Sayyidina Abû Bakar, Sayyidinâ Umar dan Sayyidinâ Utsmân Rodhiya-Llôhu ‘anhum tengah duduk di dalamnya.
A’robiyi ini kemudian berseru: “Wahai para sahabat Muhammad, di manakah gerangan Muhammad berada?”
“Ada apa kau mencari Muhammad?”, para sahabat Nabi itu balik bertanya.
“Aku membutuhkannya…”, jawab si A’robiy.
Sahabat Salmân Rodhiya-Llôhu ‘anh keluar lalu menuntun si A’robiy menuju kediaman Sayyidatinâ Fâthimah Rodhiya-Llôhu 'anhâ.
Sementara itu, setelah mendapatkan kurmanya, Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam segera menuju ke rumah puterinya. Beliau sedang menyuapkan kurma pada Sayyidaynâ Hasan-Husein yang masing-masing beliau dudukkan di atas paha kanan-kiri beliau, ketika terdengar seruan si A’robiy memanggil nama Beliau.
“Fathimah, coba lihat, siapa itu di depan pintu,” kata Beliau pada Sayyidatinâ Fâthimah Rodhiya-Llôhu 'anhâ yang segera melaksanakan perintah ayahandanya. Tak lama kemudian, Sang Puteri nan Mulia ini kembali dan menyampaikan bahwa ia melihat seorang lelaki yang tangan kirinya memegang potongan tangan kanannya dan masih mengusurkan darah. Mendengar hal itu, Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam bergegas bangkit dan menemui tamunya.
“Wahai, Muhammad,” kata si A’robiy begitu Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam berada di hadapannya. “Maafkan Saya. (Tadi) Saya sungguh tak mengenali Anda.”
“(Lalu,) kenapa kau potong tanganmu?”, tanya Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam.
“(Karena rasanya) Aku tak akan pernah mampu hidup bersama tangan yang telah menampar wajah Anda…”, jawab si A’robiy.
Lalu Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam bersabda: “Masuk Islam-lah, maka kau akan selamat…”
“Wahai Muhammad,” kata si A’robiy lagi. “Jika Anda memang seorang Nabi, tolong pulihkan tangan saya kembali…”
Lalu Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam mengambil potongan tangan kanan A’robiy itu, menempelkannya pada tempat semula, mengusapnya dengan tangan beliau, lau meludahinya seraya menyebut Asma Allah. Dengan dengan idzin Allah, tangan itu tersambung utuh kembali seperti sedia kala. Dan A’robiy itupun menyatakan diri memeluk agama Islam.
Al-Hamdu li-Llâh…
____________________________
*Wa-Llôhu A’lam bi-s Showâb… Diterjemah bebas dari “An-Nawâdir” karya al-Imam Ahmad Syihâbu-d Din bin Salâmah al-Qalyûbiy, hlm. 46-47 - Hikayah Ke-45: “Tentang Sebagian Mu’jizat Kanjeng Nabi Shollâ-Llôhu 'alaihi wa Sallam”
oleh: Ustadz Zainur.