AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH

Istilah “Ahlusunnah Waljamaah”adalah sebuah istilah yang dieja-Indonesiakan dan kata Ahlusunnah Waljamaah” اهل السنه والجماعه.Ia merupakan rangkaian dari kata-kata:

a. Ahl (Ahlun), berarti “galongan”atau “pengikut’
b. Al-Sunnah (al-Sunnatu), berarti “tabiat/perilaku jalan hidup/perbuatan yang mencakup ucapan dan tindakan Rasulullah SAW.
c. Wa, yang berarti “dan atau “serta”’
d. Al-Jamaa’ah (al-jamaah), berarti ‘Jamaah” yakni jamaah para sahabat Rasul SAW. Maksudnya ialah perilaku atau jalan hidup para sahabat.

Dengan demikian, maka secara etimologis, istilah “Ahlusunnah Waljamaah / golongan yang senantiasa mengikuti jalan hidup Rasul SAW. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan yang berpegang teguh pada Sunnah Rasul dan Sunnah (Tariqah) para sahabat, lebih khusus lagi, sahabat empat (Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin ‘Affan, dan Ali bin Abi Talib).
Selanjutnya, jalan hidup Rasul SAW. tidak lain ialah ekspresi nyata dari isi kandungan al-Quran. Ekspresi nyata tersebut kemudian biasa diistilahkan dengan “al- Sunnah” atau “al-Hadits’ Kemudian, al-Quran sebagai Wahyu Ilahi, terkemas sendiri dalam mushaf al-Quran al Karim”; sedangkan ekspresi nyatanya pada diri Rasul SAW. pun terkemas secara terpisah dalam “mushaf al-sunnah. al-hadits’ seperti dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, sunan Al Tirmizi, Sunan al-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah, serta Kitab-kitab al Hadits yang disusun oleh para ulama lainnya.
Sementara itu, para sahabat, khususnya sahabat empat; adalah generasi pertama dan utama dalam melazimi “Perilaku Rasulullah SAW., sehingga jalan hidup mereka praktis merupakan penjabaran nyata dan petunjuk al-Quran dan al-Sunnah. Setiap langkah hidupnya, praktis merupakan aplikasi dari norma-norma yang terkandung dan dikehendaki oleh ajaran Islam, serta mendapat petunjuk dan kontrol langsung dari baginda Rasul SAW. Oleh karena itu, jalan hidup mereka relatif terjamin kelurusannya dalam mempedomani ajaran Islam, sehingga jalan hidup mereka pulalah yang paling tepat menjadi rujukan utama setelah jalan hidup Rasul SAW.
Adapun wujud kongkritnya, Ahlussunnah Waljamaah tidak lain ialah golongan yang senantiasa berpegang teguh terhadap petunjuk al-Quran dan al Sunnah al Sahihah. Artinya dalam segala hal selalu merujuk kepada petunjuk al-Quran dan al-Sunnah.
Dengan kata lain, Ahlussunnah Waljamaah ialah golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasul SAW. dan jejak hidup para sahabatnya, dengan senantiasa berpegang teguh kepada al-Qunan dan A-Sunnah.
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِفْتَرَ قَتْ الْيَهُوْدُ عَلَىءِاحْدَىوَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً, وَاَفْتَرَقَتْ النَّصَارَى عَلَى ائْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. وَتَفَرَّقَ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً (رواه الاربعه)

“Dari sahabat Abu Hurairah ra. dia berkata, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda : Umat Yahudi telah pecah menjadi 71 golongan dan umat Nasrani terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal pecah menjadi 73 golongan” (Abu Dawud, al-Tirmizi, al-Nasa’i, Ibnu Majah).
Hadits ini, tidak secara tegas menyatakan adanya golongan yang disebut “Ahlussunnah Waljamaah”. Tetapi baru diisyaratkan bakal terpecahnya umat Rasulullah SAW menjadi 73 golongan (firqah). Maka golongan ahlussunnah Waljamaah berarti salah satu dari ke-73 golongan tersebut.
Hadits lain, yakni yang diriwayatkan dari sahabat Abdullah Ibnu Umar ra., bahwasanya Nabi SAW. beriabda:
...وَاِنَّ بَنِى اِسْرَائِيْلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلَى ثَلاَثِ وَسَبْعِيْنَ مِلَّةً. كُلُّهُمُ فِى النَّارِ اِلاَمِلَّةً وَاحِدَةً. قَالُوْا: وَمَنْ هِيَ يَارَسُوْل اللهِ؟ قَالَ: مَا اَنَا عَلَيْهِ وَاَصْحَابِي (رواه الترمذى)

“... Dan sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan. Sementara umatku bakal terpecah menjadi 73 golongan dan semuanya masuk neraka kecuali hanya satu golongan saja. Para sahabat bertanya: Siapakah yang satu golongan itu ya Rasulullah? jawabnya: Itulah golongan yang senantiasa mengikuti jejakku dan jejak para sahabatku”. (HR. Al Tirmizi).

Dalam teks hadits ini, meskipun belum secara tegas terungkap istilah “Ahlussunnah Waljamaah”; namun maknanya sudah tersirat di dalamnya, yakni bahwa golongan yang selamat dari ancaman neraka itu adalah golongan yang senantiasa mengikuti jejak (Jalan hidup) Rasulullah SAW. dan para sahabatnya. Padahal, makna yang demikian inilah yang kita maksudkan sebagai batasan (pengertian) Ahlussunnah Waljamaah.
Dengan demikian, maka golongan Ahlussunnah Waljamaah ialah satu-satunya golongan umat Rasul yang selamat dari ancaman neraka. Hal ini lebih tegas lagi diungkapkan dalam hadits lain yang berbunyi:

وَالَّذِىْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ, لَتَفْتَرِقُ اُمَّتِى عَلىَ ثَلاَثٍ وَسَبْعِيْنَ فِرْقَةً. فَوَاحِدَةً فَى الْجَنَّةُ وَثِنْتَانِ وَسَبْعُوْنَ فِى النَّارِ. قِيْلَ: مَنْ هُمْ يَارَسُوْلُ اللهِ؟ قَالَ: اَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ (رواه الطبرانى)
(Rasulullah SAW) bersumpah: Demi zat yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku bakal terpecah, menjadi 73 golongan. Maka yang satu golongan masuk syurga, sedangkan yang 72 golongan masuk neraka. Sedang sahabat bertanya : Siapakah golongan yang masuk itu ya Rasulullah? Jawabnya Yaitu golongan Ahlussunnah Waljamaah” (HR. al-Tabrani)

Teks Hadits secara langsung menyebutkan kata “Ahlussunnah Waljamaah” sebagai satu-satunya golongan yang dinyatakan bakal masuk surga. Berdasarkan ketiga hadits tersebut,jelaslah bahwa umat Islam akan terpecah ke dalam banyak golongan, Sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani. Di antara sekian banyak (73) golongan itu, terdapat satu golongan yang selamat dari ancaman neraka, yakni golongan yang senantiasa mengikuti jejak hidup Rasulullah SAW. dan jejak hidup para sahabatnya. Dan golongan yang selamat (masuk surga) itu tidak lain ialah golongan Ahlussunnah Waljamaah.

...فَعَلَيْكُمُ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيينَ, تَمَسَّكُوْابِهَا وَعَضُوْا عَلَيْهَا بِاالنَّوَاحِذِ (ابو داوود)

“....Maka berpegang teguhlah kalian terhadap Sunnah-ku serta sunnah Khulafa’ al-Rasyidin yang mendapatkan petunjuk’ Pedomanilah sunnah (jalan hidup) mereka dan pegangilah erat-erat !“ (HR. Abu Dawud).
73 Golongan Umat Islam

Imam Turmudzi, Abu Dawud dan Ibn Majah, masing-masing dalam kitab Sunan-nya meriwayatkan hadits tentang penggolongan umat Islam menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan atau firqoh, dan hanya satu golongan di antaranya yang selamat dari ancaman siksa neraka, yaitu golongan yang konsisten pada ajaran Nabi Muhammad SAW dan para Sahabatnya (Jama’ah) atau yang kemudian disebut d

engan sebutan Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (w. 429 H/1037 M) sebagaimana disebut dalam karya monumentalnya, Al-Farq bainal-Firaq hadits tersebut diriwayatkan dari beberapa sumber sanad, antara lain; Anas bin Malik, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin ‘Amr, Abu Umamah dan Watsilah bin al-Asqa.

Respon para ulama kalam terhadap hadits tersebut ternyata tidak sama. Setidaknya, ada tiga macam respon yang diberikan;

Pertama, hadits-hadits tersebut digunakan sebagai pijakan yang dinilainya cukup kuat untuk menggolongkan umat Islam menjadi 73 firqah, dan di antaranya hanya satu golongan yang selamat dari neraka, yakni Ahlussunnah wal Jama’ah. Di antara kelompok ini antara lain; Imam Abdul Qahir al-Baghdadi (Al-Farq bainal-Firaq), Imam Abu al-Muzhaffar al-Isfarayini (at-Tabshir fid Din), Abu al-Ma’ali Muhammad Husain al-‘Alawi (Bayan al-Adyan), Adludin Abdurrahman al-Aiji (al-Aqa’id al-Adliyah) dan Muhammad bin Abdulkarim asy-Syahrastani (al-Milal wan Nihal). Ibn Taimiyyah dalam Majmu’ Fatawa (vol-3) menilai bahwa hadits tersebut dapat diakui kesasihannya.

Kedua, hadits-hadits tersebut tidak digunakan sebagai rujukan penggolongan umat Islam, tetapi juga tidak dinyatakan penolakannya atas hadits tersebut. Di antara mereka itu, antara lain; Imam Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari (Maqalatul Islamiyyin wa ikhtilaful Mushollin) dan Imam Abu Abdillah Fakhruddin ar-Razi (I’tiqadat firaqil Muslimin wal Musyrikin). Kedua pakar ilmu kalam ini telah menulis karya ilmiahnya, tanpa menyebut-nyebut hadits-hadits tentang Iftiraq al-Ummah tersebut. Padahal al-Asy’ari disebut sebagai pelopor Ahlussunnah wal Jama’ah.

Ketiga, hadits Iftiraqul Ummah tersebut dinilai sebagai hadits dla’if (lemah), sehingga tidak dapat dijadikan rujukan. Di antara mereka adalah Ali bin Ahmad bin Hazm adh-Dhahiri, (Ibn Hazm,al-Fishal fil-Milal wal-Ahwa’ wan-Nihal).

Pengertian firqah atau golongan dalam hadits tersebut, oleh para ulama dan para ahli tersebut, berkaitan dengan Ushuluddin (masalah-masalah agama yang fundamental dan prinsipil), bukan masalah furu’iyyah atau fiqhiyyah yang berkaitan dengan hokum-hukum amaliyah atau yang kerap disebut sebagai masalah khilafiyah, semacam qunut shalat subuh, jumlah raka’at tarawih, ziarah kubur, dan lain-lain.

Syeikh Muhammad Muhyiddin Abdul-Hamid, seorang ulama’ yang banyak men-tahqiq karya-karya unggulan dalam ilmu kalam, seperti karya Imam al-Asy’ari, al-Baghdadi di atas, menyatakan kesulitannya untuk memperoleh hitungan yang valid terhadap firqoh-firqoh baru, seperti Ahmadiyah dan lain-lain.

Demikian itulah masalah yang muncul dari hadits 73 firqoh. Selain itu, ada masalah-masalah lain yang masih memerlukan studi lebih lanjut yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiyyah dandiniyyah, seperti; apa yang dijadikan parameter untuk menentukan suatu kelompok umat ini menjadi firqah tertentu yang mandiri yang berbeda statusnya dari kelompok lain. Lalu, apa sebetulnya yang paling banyak menjadi pemicu timbulnya firqah-firqah tersebut?

Terakhir, sejauhmana peran realitas historis dan kultural dalam mempengaruhi perjalanan dan dinamika firqah-firqah tersebut. Tentu saja, masih banyak lagi yang perlu dikaji lebih lanjut.
Oleh : Soleh Punya

Suka Dengan Artikel Ini ?

0 komentar "AHLUSUNNAH WAL JAMA’AH", Baca atau Masukkan Komentar

Posting Komentar